Minggu, 12 Februari 2012

Hubungan Manusia dan Keadilan di masyarakat


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata adil berarti tidak berat sebelah atau tidak memihak atau sewenang-wenang, sehingga keadilan mengandung pengertian sebagai suatu hal yang tidak berat sebelah atau tidak memihak atau sewenang-wenang.
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidakadilan.
Lain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
  Macam-Macam Keadilan
a.      Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (The Man Behind The Gun). Pendapat plato itu tersebut keadilan moral, sedangkan, Sunoto menyebutnya legal. Keadilan timbul karena peryatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampunya. Ketidakadilam terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan  pertentangan dan ketidakserasian.
b.      Keadilan Distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan dakan terlaksana bilaman hal-hal yang sama diperlakuakan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama(justice is done when equals are treated equally).
c.       Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
  Kejujuran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kejujuran berarti kelurusan hati atau ketulusan hati, yang maksudnya hati dan perasaan yang ada pada diri manusia memiliki nilai yang baik. Menurut M.Alamsyah (1986:83) dalam bukunya Budi Nurani, Filsafat Berfikir, menyatakan bahwa kejujuran sangat erat hubungannya dengan masalah nurani. Menurutnya nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia.
Kejujuran berarti apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nurani. Jujur juga berarti seseorang bersih hati dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Pada hakikatnya kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa. Berbagai macam hal yang menyebabkan orang berkata tidak jujur, diantaranya mungkin karena tidak rela atau pengaruh lingkunga, karena sosial ekonomi, atau karena niat-niat yang lainnya.
Kecurangan
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha ? sudah tentu keuntungan itu diperoleh dengan tidak wajar. Yang dimaksud dengan keuntungan di sini adalah keuntungan yang berupa materi. Mereka yang berbuat curang menganggap akan mendatangkan kesenangan atau keennakan, meskipun orang lain menderita karenanya.
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada empat aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban, dan aspek teknik. Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.
 Pemulihan Nama Baik
Pemulihan nama baik, berarti mengembalikan nama baik seseorang yang semula dinilai tidak baik, sehingga pada saat penilaian orang tersebut akan memiliki nama baiknya kembali. Dalam hubungannya dengan keadilan, merupakan hal yang adil dan manusiawi apabila seseorang yang pada suatu waktu dinilai sudah baik, mendapat nama baiknya kembali.
Pengembalian nama baik seseorang tidak hanya cukup secara yuridis-formal , tetapi juga perlu diikuti dengan situasi yang sifatnya etis-sosial, yaitu bahwa orang yang memperoleh pengembalian nama baik perlu kembali memperoleh tempat yang layak dan perlu memperoleh perlakuan yang sewajarnya dalam masyarakat. Dengan istilah ilmiah disebutkan bahwa yang bersangkutan perlu mendapat resosialisasi. Pelaksanaanya tentulah bergantung pada bagaimana masyarakat yang menerimanya dan orang yang memperoleh resosialisasi.
 Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Pembalasan dapat bersifat positif dan negatif yang bersifat positif cenderung pada aspek-aspek rohani, sedangkan yang bersifat negatif cenderung pada aspek-aspek jasmani.
Pembalasan yang sifatnya positif , yaitu antara lain :
a.       Pujian
b.      Imbalan
c.       Penghargaan
Sedangkan pembalasan yang sifatnya negatif yaitu hukuman. Hukum sebagai pembalasan, menurut Dr.W.Poespoprodjo L. PH, S.S. dalam bukunya Filsafat Moral (1986:208), dikemukakan bahwa hukuman yang ideal seharusnya memenuhi 3 fungsi, yaitu : retributif untuk melayani pihak yang dihina atau dilanggar haknya, korektif untuk melayani si pelanggar, dan preventif untuk melayani masyarakat luas.
Yang patut diingat, bahwa pembalasan memang harus diberikan setimpal dengan yang telah dilakukan oleh seseorang. Oleh karena itu, apabila perbuatannya baik dan terpuji, yang bersangkutan memperoleh pembalasan yang positif. Sebaliknya, apabila perbuatan itu jahat dan tercela, yang melakukan akan memperoleh pembalasan berupa hukuman yang negatif sifatnya. Pada akhirnya, semua tergantung pada diri manusia itu semdiri.